Cari Blog Ini

Rabu, 21 Maret 2012

Translate of Yoneko’s Earthquake

-->

Yoneko Hosoume menjadi orang yang sangat kritis dimalam yang kesepuluh dibulan maret tepatnya pada tanggal 10 tahun 1993, Hanya berselang beberapa bulan setelah Ia mengetahui Tuhan untuk pertama kalinya. Waktu itu Ia berusia 10 tahun, tentunya Ia sudah mendengar cerita orang-orang tentang Tuhan sebelumnya, jauh sebelum Marpo datang. Sepupunya yang tinggal di kota yang mayoritas beragama Kristen, tinggal bersebelahan dengan gereja Baptist yang khusus diperuntukkan untuk orang jepang. Di kota tempat para-sepupunya tinggal ini, beberapa orang sepupunya telah dibaptiskan, dan mereka sangat bangga dengan keadaan mereka. Yoneko sangat terkesan dengan cerita sepupu-sepupunya ini, setelah itu Ia memanggil mereka dengan ucapan “sepupu-sepupuku, umat Kristen.” Yonekopun juga ingin dibaptis seperti umat Kristen lainnya, tapi Ia sadar bahwa itu tidak mungkin, karena tidak ada gereja baptis untuk orang jepang yang ada di desa di tempat Ia tinggal. Membangun gereja seperti itu tidak akan berguna disana, sebab orang jepang yang ada di sana hanya Yoneko, Ayahnya, Ibunya dan Adik laki-lakinya Seigo. Mereka juga satu-satunya yang memiliki hasil pertanian yang beragam seperti blackberry, kol, rhubarb, kentang, ketimun, bawang dan belewah. Keseluruhan daerahnya tampak seperti hamparan kebun jeruk yang luas.
Pernah sekali Yoneko memasuki gereja sepupunya, tetapi Ia tidak bisa lagi kesana tanpa rasa malu. Kejadiannya, saat sepupu-sepupu Yoneko mengajak Yoneko dan adiknya untuk ikut dengan mereka ke-Sekolah hari Minggu. Gerejanya sempit, terbuat dari kayu dan tampak misterius dengan warna catnya yang abu-abu kebiruan serta menaranya yang tinggi, tetapi ruang belajar berada di lantai bawah gereja dan tampak biasa-biasa saja, dengan meja-meja, papan tulis, dan penghapus. Mereka semuanya menyanyikan lagu “Let Us Gather at the River” dalam bahasa jepang. Berikut ini lagunya:
Mamonaku Kanata no
Nagare no soba de
Tanoshiku ai-masho
Mata tomodachi to

Mamonaku ai-masho
Kirei-na, kirei-na kawa de
Tanoshiku ai-masho
Mata tomodachi to.

Yoneko sama sekali tidak mengetahui lagu itu, tapi Ia sangat pandai menyesuaikan diri, Ia membuka mulutnya dan berkomat-kamit serta memasang mimik dan dengan tenang mengikuti Irama lagunya. Semuanya bernyanyi dengan serius, tapi mereka tidak menyadari kalau sebenarnya Yoneko tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Kemudian semunya kembali duduk dan gurunya berkata, “mari kita berdo’a.” sepupu-sepupunya dan murid-murid lainnya membungkukkan dadanya mereka kemeja dan mengepalkan tangan mereka di depan wajah mereka, Yoneko juga melakukan hal yang sama. Tapi tidak dengan Seigo. Karena, disaat semuanya masih tenang seseorang masih menyadari desakan dan hembusan pepohonan yang ada diluar, Seigo duduk dengan Yoneko, tiba-tiba menyandarkan badannya ke leher Yoneko dan berkata dengan prihatin, “kak, kenapa kau menangis? Jangan menangis.” Meski guru itu tertawa, Yoneko tetap malu karena Seigo telah mengungkap identitas mereka sebagai penyelundup kedalam gereja itu. Yoneko mencubiti adiknya dan adiknya menangis sehingga Yoneko harus menyeretnya keluar, untung Ia disorot karena Ia pipis dalam celana. Tapi diwaktu itu Seigo masih berumur tiga tahun, sehingga tidak pantas rasanya untuk mengharapkan Ia melakukan hal-hal yang bermartabat.
Sehingga mengingatkan Marpo untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada Yoneko, Marpo dengan wajah yang tampak seperti kecoklatan, kumis tipis dan jarang seperti Edmund Lowe, yang memiliki senyum seperti emas putih. Marpo kini telah berusia dua puluh tujuh tahun, lahir di Filipina, dan nama akhirnya sangat bagus, kira-kira seperti Humming Wing, tapi tidak ada satu orangpun yang tahu bagaimana cara mengejanya. Marpo lebih suka makan nasi, seolah-olah Ia adalah orang jepang, akan tetapi Ia tidak pernah duduk dan makan bersama dengan di meja makan keluarga Hosoume, karena Ia tinggal di rumah bedeng yang ada di luar, dekat gudang dan ia memasak sendiri makanannya. Suatu ketika, Yoneko membaca sebuah buku yang menceritakan bahwa orang-orang Filipina menangkap anjing liar, membiarkan anjing itu kelaparan untuk beberapa lama. Lalu memberinya makan segunung nasi, kemudian membunuhnya disaat anjing itu kekenyangan, mereka membakar anjing-anjing itu kemudian memakannya, menurut buku itu jenis makanan ini adalah makanan yang enak. Tidak bisa menyembunyikan rasa jijik dan rasa penasarannya, Yoneko langsung menemui Marpo dan bertanya, “marpo, benarkah kau memakan anjing?” dan sambil tersenyum Ia menjawab “jangan bercanda, sayang!” hal ini membuatnya tertawa tiada henti-hentinya, sebab itu hanyalah sebuah puisi, dan akhirnya Ia benar-benar melupakan semua hal yang terkait anjing liar itu.
Tampaknya tidak ada pekerjaan yang tidak bisa Marpo lakukan, Tuan Hosoume mengatakan kalau Marpo adalah pekerja terbaik yang pernah Ia miliki dan Ia selalu mengatakan ini, karena faktanya tidak terbantahkan umumnya orang jepanglah yang rajin dan orang Filipina yang pemalas tapi tidak dengan Marpo. Tuan Hosoume mengatakan bahwa Marpo tumbuh di Hawaii, yang terkenal dengan pengaruh jepangnya. Marpo belajar di sekolah missionaries yang ada di sana dan Ia memiliki Alkitab pemberiannya gurunya. Alkitab itu bersampulkan sampul kulit selembut kain, dengan tepian sambul berwarna keemasan dan pita tipis berwarna ungu sebagai penandanya. Marpo selalu menyimpan Alkitab itu di meja kecil yang ada di rumah bedengnya, yangmana tidak ada kasur dengan pegas tapi hanya ranjang bertingkat tiga yang beralaskan matras. Di halaman pertama buku itu, yang keras dan berwarna hitam, Gurunya menuliskan kata “Jika kita mendekat pada tuhan, maka Ia-pun akan mendekat kepada kita.”
Hal apa sajakah yang sebenarnya dapat dilakukan Marpo? Kenapa, hampir seluruh waktu senggang digunakan untuk membicarakan prestasi-prestasinya, karena bukan hanya Marpo si Kristen dan Marpo si pekerja terbaik, tetapi Marpo si atlet, Marpo si musisi (instrument dan vocal), Marpo si seniman, dan Marpo si teknisi radio:
(1)       Sebagai atlet, Marpo memiliki sepasang sepatu yang dilengkapi dengan paku-paku tajam ditapak sepatunya, yang Ia semir selalu. Ketika memakai sepatunya, Ia akan meluncur dari jalan setapak ke jalan raya yang berjarak kira-kira setengah mil dan kembali lagi. Waktu pertama kali bekerja dengan keluarga Hosoume, Ia melakukan pacu lari tiap malamnya. Sebelum Ia makan malam tapi seiring berjalannya waktu Iapun jarang melakukannya, ketika Ia pergi, Ia tidak pernah lagi menyentuh sepatu itu selama beberapa bulan. Ia juga memiliki alat pembentuk otot pemberian Charles Atlas, meskipun ukuran badannya biasa-biasa saja, Ia bisa meregangkannya dengan dengan lengannya. Giginya begermertak dan badannya menjadi gemetar. (2) Sebagai seniman, Marpo melukis gambar-gambar bintang film favoritnya, semuanya wanita dan berambut pirang, seperti Ann Harding dan Jean harlow, dan Ia memajang lukisannya di dinding. Ia juga membuatkan Yoneko sebuah alat yang dapat dilipat terbuat dari kayu yang disangga oleh dua buah pensil, di bagian atasnya satu dan yang sisilainnya juga satu, dan Ia juga dapat merubahnya dalam dua bentuk yang Ia sukai dari banyak bentuk yang Ia ingini. Meskipun dulunya itu adalah percobaan yang belum sempurna, dan Seigo menghancurkannya hingga terpisah-pisah suatu hari ketika Yoneko tidak lagi bersekolah. Ia mengatakan Marpo mencoba untuk mengkopi penelitian Boob McNutt dari kertas yang bagus saat itu gagal.             (3) Sebagai Musisi, Marpo memiliki biola seharga 100 dolar. Ia menyimpannya di sebuah kotak yang memiliki pinggiran yang bewarna merah beludru, Ia membungkus biola itu dengan selendang sutera berwarna merah. Ia menyelipkan biola itu di dagunya ketika Ia memainkannya. Marpo juga penyanyi, suara tenornya yang lembut mengalun dalam irama yang indah dan bergetar menggetarkan jakun dan ibu jarinya ketika bernyanyi. Daftar lagu untuk vocal dan untuk biolanya berjumlah sama, kebanyakan himne dan lagu Irlandia. Ia sangat menyukai “The Rose of Tralee” dan “Londonderry Air.” (4) Yang terakhir, sebagai teknisi radio yang telah menghabiskan dua musim dingin di sekolah khusus teknisi radio di kota, Marpo telah merakit sebuah radio yang menyiarkan acara hiburan




Akan tetapi, tidak semua kepandaian yang dimiliki Marpo terungkap seperti yang ada di sini. Yoneko menemukannya sedikit demi sedikit setiap harinya, melalui pertanyaan yang gemblang, menyelidiki barang-barang Marpo, bahkan menguntitnya diam-diam meskipun yang ini jarang dilakukan. Faktanya, Ia dan Seigo mengujungi Marpo setidaknya sehari dan mereka berdua selalu merasa kagum dengan apa yang mereka temukan. Satu hal yang sangat mengejutkan ternyata Marpo menjadi pemalu, penurut dan pendiam ketika ada Tuan dan Nyonya Hosoume. Dengan yoneko dan Seigo Ia lebih percaya diri dan lebih santai.
Tidak diingat lagi sudah berapa lama Yoneko dan Marpo larut dalam diskusi mereka tentang agama. Cukup penting untuk diketahui bahwa Yoneko adalah umat sejati, mengagumi yesus, merindukan surge, dan takut akan neraka. Suatu ketika Marpo memberikan penjelasan kepada Yoneko tentang dasar-dasar nilai agama, Yoneko tidak pernah menanyakan kebenaran, pertanyaan yang Ia tanyakan bukanlah untuk mencari pembuktian atas penafsirannya dan tidak pula mencari penjelasan terhadap keraguannya, tapi menyempurnakan gambaran mentalnya. Contohnya, siapa menurut Marpo bintang film favorit tuhan? Setan, bagaimana suara tawa Jesus? Pasti seperti music, tambahnya, mengangguk dengan mangguk-mangguk, menjawab pertanyaan sendiri untuk memuaskan dirinya, dan apakah menurut Marpo selera humor tuhan akan tertawa jika mendengar sebuah nyanyian yang dipelajarinya dari teman-temannya hari ini:
Tidak ada serangga di atas kita,
Tidak ada serangga di atas kita,
Mereka mungkin ada di dalam mangkukmu,
Tapi tidak ada serangan di atas kita!
Ataukah, Marpo percaya mata Jesus tidak perih waktu rambut panjang dan bergelombangnya itu disampoi ?
Sungguh dapat mengguncang iman,

Saat siang mulai berganti petang di bulan maret pada tanggal 10, 1993, jam 5 lewat sedikit, ketika Ny. Hosoume menyiapkan makanan, ketika Marpo sendirian menyelesaikan pekerjaannya di lading sebab tuan Hosoume pergi membeli pupuk pakan ayam, dan diwaktu Yoneko dan Seigo sedang mendengarkan Skippy, suatu gemuruh yang besar terdengar dan rumah keluarga Hosoume bergetar dengan hebat seolah-olah beberap raksasa menggenggam rumah itu dengan kedua tangannya lalu menggguncangkannya. Ny. Hosoume, yang teringat akan pengalaman menakutkan yang pernah menimpa dirinya diwaktu kecil dan berteriak, “jishin, jishin!” sebelum Ia lari Ia mengambil Yoneko dan Seigo dengan kedua tangannya dan menyeret mereka keluar. Ia menggiring mereka menuju ketengah daratan kebun rhubarb yang berada tidak jauh dari rumah, mereka semua membungkukkan badannya sambil berangkulan dan menyaksikan benda-benda di sekitar mereka bergoncang-goncang dan bergoyang-goyang. Beberapa saat kemudian, marpo datang dari ladang, bergabung dengan mereka dan berkata, “gempa, gempa!” Marpo memeluk mereka semua dipelukannya, melindungi mereka seperti Ia melindungi dirinya sendiri.
Tuan Hosoume pulang kerumah dilarut malam dengan mobil orang asing yang dikemudikan oleh supir keluarga Reo. Ia kelihatan pucat pasi, gemetaran, matanya jelalatan, Ia bisa dituduh sedang mabuk, kecuali Ia dikenal sebagai orang yang tidak pernah minum. Rupanya Ia sedang berada diperjalanan menuju rumah ketika guncangan pertama datang, Mobil hijau tua milik Reo ditimpa oleh kabel yang tiba-tiba saja terjatuh dari tiang listrik. Tuan Hosoume, yang menyadari sengatan listrik itu dapat mengakhiri hidupnya, langsung menggeliat dan menendang-nendang dan ingin menyelamatkan dirinya. Tangannya melambai-lambai dari setir, mobil itu terbanting keparit, melepaskan dirinya dari kabel yang memercikkan api.



Ia menghabiskan hidupnya setelah peristiwa itu dengan tidak berdaya, berkeliling rumah dan ladangnya dan sering berbaring karena sakit kepala yang teramat sangat dan pusing yang mendadak datang.
Jadi marpolah ysng kembali masuk rumah saat Yoneko berteriak, “Jangan, Marpo, jangan!” Ia mengeluarkan kompor minyak Yoneko, makanan, selimut, sementara Mr Hosoume duduk membungkuk diatas tanah didekat keluarganya.
Tanah masih terus-menerus bergetar selama beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi. Keluarga Hosoume dan Marpo Humming Wing tinggal di hamparan rumput hijau yang ada didekat rumah, hamparan rhubarb menghangatkan mereka untuk makan tiga kali sehari dan istirahat dimalam hari. Marpo seringkali masuk rumah meski Yoneko memprotesi dan Ia melaporkan kerusakan-kerusakan kecil; beberapa piring pecah; sekendi mayonnaise jatuh dari rak dan mengotori lantai dapur dengan gumpalankuning dan serpihan-serpihan gumpalan kaca.
Yoneko benar-benar merasa takut mengalami hal ini. Tiba-tiba ia menyadari arti kesemua peristiwa ini, Ia mulai berdoa kepada Tuhan untuk mengakhiri penderitaan ini. Ia sungguh-sungguh memohon kepada Tuhan, memuji-Nya, membujuk-Nya, memerintah-Nya, tapi Tuhan tidak mengabulkan do’anya, tanah masih terus bergemetar. Setelah tiga jam terdiam, berdo’a dengan putus asa, tanpa hasil apapun. Yoneko mulai menuduh Tuhan itu tidak memiliki kekuatan apapun, tidak mempunyai perasaan, kejam, atau tuhan itu tidak ada. Disuatu malam berkabut, di bawah bulan yang memancarkan cahaya pucat, Yoneko menemukan jawabannya. “Ha,” satu-satunya yang Ia katakan dengan suara yang bergemetar, waktu Ia tidak memintanya keluar rumah, “ini semua karena kau dan Tuhanmu!”
Yang lain berpikir secara filosofis terhadap musibah itu, mengatakan, untung mereka tinggal di desa dimana resikonya lebih kecil daripada tinggal di kota.


Setelah tanah berhenti bergemetar dan mayonaisenya yang terjatuh dilantai dapur dibersihkan, semuanya kembali berjalan normal, kecuali Tuan Hosoume yang lebih sering tinggal di rumah. Jika sakitnya berkurang Ia akan makan malam di dapur  diwaktu Ny. Hosoume pulang dari lading. Ny. Hosoume dan Marpo melakukan semua pekerjaan di ladang. Kecuali pada hari-hari tertentu dimana orang-orang meksiko dipekerjakan untuk membantu mereka. Marpo juga mengemudi dan Ia dan Ny. Hosoume sekarang yang pergi kekota setiap minggunya untuk menjual sayuran. Sebab itu, Marpo menjadi sangat dibutuhkan dan Tuan dan Ny. Hosoume sering mengatakan bahwa mereka sangat berterima kasih kepada Marpo.
Saat liburan musim panas dimulai Yoneko tetap tinggal di Rumah, Ia menemukan hal-hal yang kurang menyenangkan di rumahnya, keberadaan ayahnya mengekangnya: contohnya suatu ketika disaat temannya datang kerumah dan bermain membuat permen-permen, Ayahnya melarang mereka, katanya permen menghabiskan gula, dan gula bukanlah alat untuk bermain. Suatu hari disaat yoneko dan temannya bermain boneka-boneka kertas, Ayahnya datang dan memencet hidungnya berpura-pura kalau Ia akan membersihkan ingusnya dengan boneka itu. Hingga membuat Yoneko sangat jengkel dengan ayahnya.
Oleh sebab itu saat Ibunya pulang dari ladang dan memberikan Yoneko cincin, cincin bewarna keemasan dangan batu kecil bening di atasnya, seraya berkata, “lihat Yoneko, Ibu akan memberimu cincin ini. Kalau ayahmu menanyainya dimana kau mendapatkan ini, bilang saja kalau kau menemukannya di jalan.” Yoneko bingung tapi Ia gembira karena hadiah yang tidak terduga itu. Dan kesempatan untuk menyimpan rahasia untuk balas dendam kepada ayahnya. Dan Ia berkata bersedia memenuhi permintaan Ibunya. Ibunya kembali keladang dan yoneko memasang cincin itu di jari tengahnya. Cincin yang sama dengan cincin yang Ia temukan dalam kotak keripik jagung, akan tetapi yang Ia temukan ini agak lebih besar.
Tuan Hosoume tidak pernah bertanya tentang cincin itu kalau Ia tidak menyadari bahwasanya Yoneko menggunakannya, suatu ketika yoneko berfikir ayahnya akan menyanyakan cincin itu, tapi ayahnya hanya marah karena cat kukunya dipakainya, cat kuku itu ia peroleh dari Yudane Fournier seorang gadis perancis. “kau seperti orang Filipina,” kata Tuan Hosoume dengan marah. Karena merupakan fakta yang tidak terbantahkan menurut orang jepang bahwa orang fillipina pada umumnya berpenampilan mencolok, tiba-tiba Ny. Hosoume datang membela Yoneko, katanya, kalau Ia tidak salah, gadis-gadis di jepang juga melakukan hal yang sama mencat kukunya. Buktinya, Ia ingat, Ia harus memotong kuku panjangnya untuk diwarnai, Ia ingat Ia pernah mengumpulkan daun tsubobana merah atau koyane kuning (yang tumbuh di bagian bawah batu), mengelilinginya, lalu mencampurnya dengan serbuk tawas, kemudian memasaknya lalu membiarkannya semalaman dalam amplop kesemek. Malam kedua, sebelum tidur, Ia membuat benang dari daun palam (karena benang asli mahal diwaktu itu
) dan mengikat kukunya dan melapisinya dengan daun kesemek atau daun kentang manis tadi. Ia tidak berdaya semalaman, ujung jarinya diikat dengan kuat yang menyebabkan jari-jarinya pegal dan sakit, Ia menggertakkan giginya dan berkata pada dirinya, bahwa ketidaknyamanan ini akan membawa keberhasilan. Dipagi hari, akhirnya ikatannya dilepas, Ia melihat jarinya bersinar dengan warna orange kemerah-merahan yang tembus pandang.
Yoneko kagum mendengar cerita Ibunya, karena

Ia berfikir Ibunya pasti cantik ketika masih anak-anak walau tanpa kuku yang bersinar, karena meskipun sudah lewat umur 30-an Ibunya masih cantik. Ketika ia lebih muda dari sekarang, Yoneko ingat Ia sering mengejar ibunya ketika ibunya ingin pergi keluar, Ia menjatuhkan diri ke lutut ibunya. Ia telah meninggalkan kebiasaan ini karena Ia harus belajar mengendalikan dirinya, karena diwaktu-waktu seperti itu Ibunya biasa pergi dan mengatakan, “saying, kau terlalu cengeng. Kau harus belajar mandiri.” Ia juga ingat, Ia pernah mendengar orang-orang membandingkan Ibunya dengan embun, bunga mawar setengah mekar.
Tn. Hosoume bertambah jengkel, “yoneko tidak boleh memakai cat kuku,” katanya, Ia baru 10 tahun. “umur jepangnya 11 tahun, dan kita belum terlalu tua,” jawab Ny. Hosoume.
“lihat” ucap Tuan Hosoume, “jika terus membela mereka, mereka akan tidak mematuhi kita dan melakukan semuanya mereka mau. Hanya karena aku sakit sekarang, bukan alasan mereka melawanku dan tidak menghormatiku.
“pernahkah aku melawan padamu sebelumnya,” kata Ny. Hosoume.
“sering,” kata Tuan Hosoume.
“sebutkan satu saja sebagi contohnya,” kata Ny. Hosoume.
Mr. Hosoume terdiam, “cukup keangkuhanmu,” ucap Tn. Hosoume. Karen berbahasa jepang, ayah Yoneko menuduh Ibunya nama Iki.
“nama-iki, nama-iki?” kata Ny. Hosoume, “beraninya kau? Aku takkan membiarkan siapapun memanggilku nama-iki.”
Tuan Hosoume menuju kearah istrinya yang sedang menyetrika dan menamparnya. Ini pertamakalinya Ia melayangkan tangannya pada istrinya. Nyonya Hosoume terdiam sesaat, tetapi Ia tetap menyetrika seolah-olah tidak terjadi apa-apa, sekilas Ia melihat marpo yang ada diruang itu membaca Koran. Yoneko dan Seigo yang sedang mendengar radio menatap orang tua mereka dengan termansur.
“tampar aku lagi!” ucap Ny. Hosoume dengan pelan sambil terus menyetrika. “pukul aku sesukamu!”
Rupanya Tuan Hosoume berniat menampar istrinya, tapi marpo mendekati mereka, dan meletakkan tangannya di bahu Tn. Hosoume, “ada anak-anak disini,” kata Marpo, “anak-anak.”
“urusi urusanmu sendiri,” kata Tuan Hosoume dalam bahasa Inggris yang terbata-bata “keluar aku dari sini!”
Marpo pergi dan semuanya berakhir. Ny. Hosoume berkomat-kamit bahwa Marpo mulai lupa tempatnya siapa dirinya. Sekarang Ia memikirkannya, Marpo mulai lancing kepadanya semenjak suaminya sakit. Katanya hanya karena Marpo tidak pernah melakukan kesalahan bukan berarti Ia bisa menjadi lancang. Ia menambahkan, Marpo harus memperhatikan tingkah lakunya atau Ia bisa saja menjadi pengangguran.
Sesuatau pasti akan terjadi. Hari ini marpo disini, esok hari pasti ia akan pergi, bahkan tampa mengucapkan selamat tinggal pada Yoneko dan Seigo. Itu adalah hari dimana keluarga Housoume pergi kekota disiang hari diakhir pecan. Tidak seperti biasanya, Tuan Hosoume yang sekarang menghindari menyetir sesring mungkin, mengemudikan mobil reonya yang sudah tua seolah-olah mobil itu adalh kuda jantan yang penakut, Ia duduk di kursi kemudi dan memegang roda stirnya. Ia mengemudikan mobilnya dengan kencang dan kira-kira setengah perjalanan kekota mobilnya menabrak seekor anjing collie yang keluar dari halaman seseorang.
Mobilnya bergetar, tapi Tuan Hosoume mengemudikan mobilnya kearah kanan, Yoneko ingin muntah, Ia melihat kebelakang dan melihat anjing itu terbaring diam di ujung jalan.
Saat mereka sampai di ruamah sakit jepang, yang merupakan tujuan mereka, Tn Hosoume mengingatkan Yoneko dan Seigo untuk tidak nakal dan menunggu dengan sabar diatas mobil.



Ketika Ny. Hosoume masuk ke mobil, Ia bersandar kebangku mobil dan menutup matanya. Yoneko menanyakan apa yang dideritanya, karena Ia tampak kesakitan, tapi Ia hanya menjawab kalau Ia hanya kurang sehat dan dokter menyarankannya beristirahat. Tn. Hosoume berbalik dan menasihati yoneko dan Seigo untuk tidak mengatakan kepada siapapun bahwa mereka pergi kekota pada hari itu. Yoneko dan Seigo menyetujuinya. Di tengah perjalanan pulang, mereka melewati tempat dimana anjing collie tadi ditabrak, Yoneko melihat kesana-sini tapi Ia anjng itu sudah tidak ada lagi.
Tidak lama berselang setelah itu, keluarga Hosoume memperoleh pekerjaan baru, seorang orang jepang yang berusia lanjut yang memiliki potongan rambut seperti anggota militer. Ia tidak seperti Marpo Ia tidak memiliki ketertarikan disamping bekerja, makan, tidur dan bermain gol dengan tuan Hosoume. Sebelum Ia datang Yoneko dan Seigo bermain di rumah bedeng yang kosong itu sambil mengingat kenangan mereka bersama Marpo. Sebenarnya Yoneko lebih terluka dibandingkan dengan apa  yang diakuinya karena Marpo meninggalkannya, pergi secara tiba-tiba tanpa pamit kepadanya.
Saat kesedihannya semakin menjadi Ia menghibur dirinya dengan bercerita kepada Seigo bahwa Marpo adalah orang Filipina yasng biasa-biasa saja dan pemakan anjing.
Seigo tidak pernah tahu dengan kekecewaan terhadap pekerja baru itu, karena Ia mendadak meninggal. Ia dan Yoneko menghabiskan paginya yang panas dikebun jeruk yang berada tidak jauh, Yoneko membuatnya bingung dengan kata-kata yang Ia sendiri tidak suka mendengarnya; Yoneko memanggilnya Serge bukan Seigo: dan Ia


Dan hal ini membuatnya jengkel Ia mengejar Yoneko dari satu pohon ke pohon yang lain sepanjang pagi itu. Akhirnya Yoneko mengejeknya dari atas pohon yang berada jauh dari Seigo, sambil bernyanyi, “Kau benar-benar sorang pengecut,” yang adalah lagu yang Ia karang sendiri. Seigo menyeringai dan berteriak, “tentu!” dan Ia pergi meninggalkan Yoneko. Siang harinya, mereka berkeringat karena mereka berlari-larian mengikuti mesin penggali kentang dan pekerja meksiko, mesin orang-oranmg meksiko itu dipekerjakan disiang hari, di ladang, menggali lubang sebesar kelereng, membersihkan kulit kentang, yang ditinggalkan mesin atau pekerja yang lain. Kemudian, ditengah malam Seigo menangis, mengeluh sakit perut. Ny. Hosoume memeriksa kepalanya dan meminta suaminya mencari dokter. Kata dokter Seigo sakit karena banyak makan jeruk muda, kentang mentah dank arena berpanas-panasan. Tapi baru saja dokter itu pergi, seigo jatuh koma dan tidak sadarkan diri dan tetsan darah mengalir dari mulutnya, tuan Hosoume kembali memanggil dokter, dokternya berkata, “tampaknya keadaannya makin parah,” sehingga Seigo meninggal di usia lima tahun.
Ny. Hosoume sanagt terpukul dan matanya bengkak karena selalu menangis setiap pagi selama bebrapa minggu. Sekarang Ia bersikeras untuk mengunjungi kerabatnya yang ada dikota setiap hari minggu, agar Ia bisa pergi kegereja bersama mereka. Suatu minggu, Ia bangkit dari duduk, dan menerima kristus selama mengikuti Ibunya ke gereja, Yoneko akhirnya belajar lagu “Let Us Gather at the Riverd.” Dalam bahasa jepang sekarang Ny. Hosoume tidak tertarik untuk membahas apapun selain Tuhan dan Seigo. Ia sangat gemar bercerita kepada pengunjung gereja tentang bagaimana rupanya seigo sewaktu masih bayi, bagaimana Ia mendandani Seigo seperti anak perempuan sampai berusia dua tahun. Tuan Hosoume sangat lembut kepadanya, diwaktu Yoneko menyebabkan ibunya tertawa cekikikan, Ia mengganggu dan berkata, “benar, Yoneko kita harus buat Ibumu tertawa dan melupakan Seigo.” Yoneko sendiri tidak menafsirkan menafsirkan Seigo sama sekali. Setiap kali ingatan tentang seigo melintas difikirannya, Ia segera mengarang lagu dan ini membuatnya lebih baik.
Suatu malam, ketika pekerja baru itu telah tinggal dengan mereka selama bebrapa waktu,

KISAH NABI HUD

Selesailah kisah kaum Nabi Nuh dalam sejarah. Mayoritas di antara mereka yang mendustakan ajarannya telah dihancurkan oleh topan. Sedangkan minoritas di antara mereka dapat kembali memakmurkan bumi sebagai wujud dari sunatullah dan janji-Nya: Sedangkan janji Allah SWT kepada Nabi Nuh adalah:
"Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang takwa." (QS. al-Qashash: 83)
Dan janji Allah SWT juga kepada Nabi Nuh adalah:
"Difirmankan: 'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada pula umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam hehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami. " (QS. Hud: 48)
Berputarlah roda kehidupan dan datanglah janji Allah SWT. Setelah datangnya topan, tiada yang tersisa dari manusia di muka bumi kecuali orang-orang yang beriman. Tiada satu hati yang kafir pun berada di muka bumi dan setan mulai mengeluhkan pengangguran.
Berlalulah tahun demi tahun, lalu matilah para orang tua dan anak-anak, dan datanglah anak dari anak-anak. Manusia lupa akan wasiat Nabi Nuh dan mereka kembali menyembah berhala. Manusia menyimpang dari penyembahan yang semata-mata untuk Allah SWT. Akhirnya, tipuan kuno berulang kembali. Para cucu kaum Nabi Nuh berkata: "Kita tidak ingin melupakan kakek kita yang Allah SWT selamatkan mereka dari topan."
Oleh karena itu, mereka membuat patung-patung orang-orang yang selamat itu yang dapat mengingatkan mereka dengannya. Dan pengagungan ini semakin berkembang generasi demi generasi, namun akhimya penghormatan itu berubah menjadi penghambaan. Patung-patung itu berubah—dengan bisikan setan—menjadi tuhan selain Allah SWT. Dan bumi kembali mengeluhkan kegelapan. Lalu Allah SWT rnengutus junjungan kita Nabi Hud di tengah-tengah kaumnya.
Al-Qur'an menyingkap ceritanya setelah diutusnya Nabi Hud untuk membawa agama kepada manusia. Nabi Hud berasal dari kabilah yang bernama 'Ad. Kabilah ini tinggal di suatu tempat yang bernama al-Ahqaf. la adalah padang pasir yang dipenuhi dengan gunung-gunung pasir dan tampak dari puncaknya lautan. Adapun tempat tinggal mereka berupa tenda-tenda besar dan mempuyai tiang-tiang yang kuat dan tinggi. Kaum 'Ad terkenal dengan kekuatan fisik di saat itu, dan mereka juga memiliki tubuh yang amat tinggi dan tegak sampai-sampai mereka mengatakan seperti yang dikutip oleh Al-Qur'an:
"Mereka berkata: 'Siapakah yang lebih kuat daripada kami.'" (QS. Fushilat: 15)
Tiada seorang pun di masa itu yang dapat menandingi kekuatan mereka. Meskipun mereka memiliki kebesaran tubuh, namun mereka memiliki akal yang gelap. Mereka menyembah berhala dan membelanya bahkan mereka siap berperang atas namanya. Mereka malah menuduh nabi mereka dan mengejeknya. Selama mereka menganggap bahwa kekuatan adalah hal yang patut dibanggakan, maka seharusnya mereka melihat bahwa Allah SWT yang menciptakan mereka lebih kuat dari mereka. Sayangnya, mereka tidak melihat selain kecongkakan mereka. Nabi Hud berkata kepada mereka:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah yang tiada tuhan lain bagi kalian selain-Nya. " (QS. Hud: 50)
Itu adalah perkataan yang sama yang diucapkan oleh seluruh nabi dan rasul. Perkataan tersebut tidak pernah berubah, tidak pernah berkurang, dan tidak pernah dicabut kembali. Kaumnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau ingin menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu ini? Imbalan apa yang engkau inginkan?" Nabi Hud memberitahu mereka bahwa ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT. Ia tidak menginginkan sesuatu pun dari mereka selain agar mereka menerangi akal mereka dengan cahaya kebenaran. Ia mengingatkan mereka tentang nikmat Allah SWT terhadap mereka. Bagaimana Dia menjadikan mereka sebagai khalifah setelah Nabi Nuh, bagaimana Dia memberi mereka kekuatan fisik, bagaimana Dia menempatkan mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan, bagaimana Dia mengirim hujan lalu menghidupkan bumi dengannya.
Kaum Hud membuat kerusakan dan mengira bahwa mereka orang-orang yang terkuat di muka bumi, sehingga mereka menampakkan kesombongan dan semakin menentang kebenaran. Mereka berkata kepada Nabi Hud: "Bagaimana engkau menuduh tuhan-tuhan kami yang kami mendapati ayah-ayah kami menyembahnya?" Nabi Hud menjawab: "Sungguh orang tua kalian telah berbuat kesalahan." Kaum Nabi Hud berkata: "Apakah engkau akan mengatakan wahai Hud bahwa setelah kami mad dan menjadi tanah yang beterbangan di udara, kita akan kembali hidup?" Nabi Hud menjawab: "Kalian akan kembali pada hari kiamat dan Allah SWT akan bertanya kepada masing-masing dari kalian tentang apa yang kalian lakukan."
Setelah mendengar jawaban itu, meledaklah tertawa dari mereka. Alangkah anehnya pengakuan Hud, demikianlah orang-orang kafir berbisik di antara mereka. Manusia akan mati dan ketika mati jasadnya akan rusak dan ketika jasadnya rusak ia akan menjadi tanah kemudian akan dibawa oleh udara dan tanah itu akan beter­bangan, lalu bagaimana semua ini akan kembali ke asalnya. "Kemu­dian apa pengertian adanya hari kiamat? Mengapa orang-orang yang mati akan bangkit dari kematiannya?" Hud menerima pertanyaan-pertanyaan ini dengan kesabaran yang mulia. Kemudian ia mulai menerangkan pada kaumnya keadaan hari kiamat. Ia menjelaskan kepada mereka bahwa kepercayaan manusia kepada hari akhir adalah satu hal yang penting yang berhubungan dengan keadilan Allah SWT, sebagaimana ia juga sesuatu yang penting yang juga berhubungan dengan kehidupan manusia.
Nabi Hud menerangkan kepada mereka sebagaimana apa yang diterangkan oleh semua nabi berkenaan dengan hari kiamat. Sesungguhnya hikmah sang Pencipta tidak menjadi sempurna dengan sekadar memulai penciptaan kemudian berakhirnya kehidupan para makhluk di muka bumi ini, lalu setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini adalah masa tenggang yang pertama dari ujian. Dan ujian tidak selesai dengan hanya menyerahkan lembar jawaban. Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar jawaban itu, memberi nilai, dan menjelaskan siapa yang berhasil dan siapa yang gagal.
Manusia selama hidup di dunia tidak hanya mempunyai satu tindakan; ada yang berbuat kelaliman, ada yang membunuh, dan ada yang melampaui batas. Seringkali kita melihat orang-orang lalim pergi dengan bebas tanpa menjalani hukuman. Cukup banyak orang-orang yang jahat namun mereka mendapatkan fasilitas yang mewah dan mendapatkan penghormatan serta kekuasaan. Ke mana orang-orang yang teraniaya akan mengadu dan kepada siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh?
Logika keadilan menuntut adanya hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan tidak selalu menang dalam kehidupan, bahkan terkadang pasukan kejahatan berhasil membunuh dan memperdaya para pejuang kebenaran. Lalu, apakah kejahatan ini berlalu begitu saja tanpa mendapatkan balasan? Sungguh suatu kelaliman besar terhampar seandainya kita menganggap bahwa hari kiamat tidak pernah terjadi. Allah SWT telah mengharamkan kelaliman atas diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya terjadi di antara hamba-hamba-Nya., maka adanya hari kiamat, hari perhitungan, hari pembalasan adalah sebagai bukti kesempurnaan dari keadilan Allah SWT. Sebab hari kiamat adalah hari di mana semua persoalan akan disingkap kembali di depan sang Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT akan memutuskan hukum-Nya di dalam-nya. Inilah kepentingan pertama tentang hari kiamat yang berhubungan langsung dengan keadilan Allah SWT.
Ada kepentingan lain berkenaan dengan hari kiamat, yang berhubungan dengan perilaku manusia sendiri. Bahwa keyakinan dengan adanya hari akhir, mempercayai hari kebangkitan, perhitungan amal, penerimaan pahala dan siksa, dan kemudian masuk surga atau neraka adalah perkara-perkara yang langsung berkenaan dengan perilaku manusia, di mana konsentrasi manusia dan had mereka akan tertuju dengan alam lain setelah alam ini. Oleh karena itu, mereka tidak akan terbelenggu oleh kenikmatan dunia, kerakusan kepadanya, dan egoisme untuk menguasinya. Mereka tidak perlu gelisah saat mereka tidak berhasil melihat balasan usaha mereka dalam umur mereka yang pendek dan terbatas. Dengan demikian, manusia semakin meninggi dari tanah yang menjadi asal penciptaannya ke roh yang ditiupkan oleh Tuhannya.
Barangkali persimpangan jalan antara tunduk terhadap imajinasi dunia, nilai-nilainya, dan pertimbangan-pertimbangannya dan ketergantungan dengan nilai-nilai Allah SWT yang tinggi dapat terwujud dengan adanya keimanan terhadap hari kiamat. Nabi Hud telah membicarakan semua ini dan mereka telah mendengarkannya namun mereka mendustakannya. Allah SWT menceritakan sikap kaum itu terhadap hari kiamat:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan pertemuan dengan hari kiamat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia: 'Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia, makan dari apa yang kamu, makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian menaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian itu, kamu benar-benar menjadi orang-orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?, jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepadamu itu, kehidupan tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. " (QS. al-Mu`minun: 33-37)
Demikianlah kaum Nabi Hud mendustakan nabinya. Mereka berkata kepadanya: "Tidak mungkin, tidak mungkin." Mereka keheranan ketika mendengar bahwa Allah SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam kuburan. Mereka bingung ketika dibe-ritahu bahwa Allah SWT akan mengembalikan penciptaan manusia setelah ia berubah menjadi tanah, meskipun Dia telah menciptakannya sebelumnya juga dari tanah. Seharusnya para pendusta hari kebangkitan itu merasa bahwa mengembalikan penciptaan manusia dari tanah dan tulang lebih mudah dari penciptaannya pertama kali. Bukankah Allah SWT telah menciptakan semua makhluk, maka kesulitan apa yang ditemui-Nya dalam mengembalikannya. Kesulit­an itu disesuaikan dengan tolok ukur manusia yang tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok ukur manusia tersebut tidak dapat diterapkan kepada Allah SWT. Karena Dia tidak mengenal kesulitan atau kemudahan. Ketika Dia ingin membuat sesuatu, maka Dia hanya sekadar mengeluarkan perintah:
"Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepa­danya: "Jadilah."Lalu jadilah ia." (QS. al-Baqarah: 117)
Kita juga memperhatikan firman-Nya:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya." (QS. al-Mu^minun: 33)
Al-Mala' ialah para pembesar (ar-Ruasa'). Mereka dinamakan al-Mala' karena mereka suka berbicara dan mereka mempunyai kepentingan dalam kesinambungan situasi yang tidak sehat. Kita akan menyaksikan mereka dalam setiap kisah para nabi. Kita akan melihat para pembesar kaum, orang-orang kaya di antara mereka, dan orang-orang elit di antara mereka yang menentang para nabi. Allah SWT menggambarkan mereka dalam firman-Nya:
"Dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia. " (QS. al-Mukminun: 33)
Karena pengaruh kekayaan dan kemewahan hidup, lahirlah keinginan untuk meneruskan kepentingan-kepentingan khusus, dan dari pengaruh kekayaan dan kekuasaan, muncullah sikap sombong. Para pembesar itu menoleh kepada kaumnya sambil bertanya-tanya: "Tidakkah nabi ini manusia biasa seperti kita, ia memakan dari apa yang kita, makan, dan meminum dari apa yang kita minum? Bahkan barangkali karena kemiskinannya, ia sedikit, makan dari apa yang kita, makan dan ia minum, menggunakan gelas-gelas yang kotor sementara kita minum dari gelas-gelas yang terbuat dari emas dan perak., maka bagaimana ia mengaku berada dalam kebenaran dan kita dalam kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka bagaimana kita menaati manusia biasa seperti kita? Kemudian, mengapa Allah SWT memilih manusia di antara kita untuk mendapatkan wahyu-Nya?"
Para pembesar kaum Nabi Hud berkata: "Bukankah hal yang aneh ketika Allah SWT memilih manusia biasa di antara kita untuk menerima wahyu dari-Nya?" Nabi Hud balik bertanya: "Apa keanehan dalam hal itu? Sesungguhnya Allah SWT mencintai kalian dan oleh karenanya Dia mengutus aku kepada kalian untuk mengingatkan kalian. Sesungguhnya perahu Nuh dan kisah Nuh tidak jauh dari ingatan kalian. Janganlah kalian melupakan apa yang telah terjadi. Orang-orang yang menentang Allah SWT telah dihancurkan dan begitu juga orang-orang yang akan mengingkari-Nya pun akan dihancurkan, sekuat apa pun mereka." Para pembesar kaum berkata: "Siapakah yang dapat menghancurkan kami wahai Hud?" Nabi Hud menjawab: "Allah SWT."
Orang-orang kafir dari kaum Nabi Hud berkata: "Tuhan-tuhan kami akan menyelamatkan kami." Nabi Hud memberitahu mereka, bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah ini dengan maksud untuk mendekatkan mereka kepada Allah SWT pada hakikatnya justru menjauhkan mereka dari-Nya. Ia menjelaskan kepada mere­ka bahwa hanya Allah SWT yang dapat menyelamatkan manusia, sedangkan kekuatan lain di bumi tidak dapat mendatangkan mudarat dan manfaat.
Pertarungan antara Nabi Hud dan kaumnya semakin seru. Dan setiap kali pertarungan berlanjut dan hari berlalu, kaum Nabi Hud meningkatkan kesombongan, pembangkangan, dan pendustaan kepada nabi mereka. Mereka mulai menuduh Nabi Hud sebagai seorang idiot dan gila. Pada suatu hari mereka berkata kepadanya: "Sekarang kami memahami rahasia kegilaanmu. Sesungguhnya engkau menghina tuhan kami dan tuhan kami telah marah kepadamu, dan karena kemarahannya engkau menjadi gila." Allah SWT menceritakan apa yang mereka katakan dalam firman-Nya:
"Kaum 'Ad berkata: 'Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. " (QS. Hud: 53-54)
Sampai pada batas inilah penyimpangan itu telah terjadi pada diri mereka, sampai pada batas bahwa mereka menganggap, bahwa Nabi Hud telah mengigau karena salah satu tuhan mereka telah murka kepadanya sehingga ia terkena sesuatu penyakit gila. Nabi Hud tidak membiarkan anggapan mereka bahwa ia gila dan mengigau, naniun ia tidak bersikap emosi tetapi ia menunjukkan sikap tegas ketika mereka mengatakan: "Dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. "
Setelah tantangan ini tiada lain bagi Nabi Hud kecuali memberikan tantangan yang sama. Nabi Hud hanya pasrah kepada Allah SWT. Nabi Hud hanya memberikan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang yang mendustakan dakwahnya. Nabi Hud berkata:
"Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu bahwa Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah karnu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu. " (QS. Hud: 54-57)
Manusia akan merasa keheranan terhadap perlawanan kepada kebenaran ini. Seorang lelaki menghadapi kaum yang kasar dan keras kepala serta bodoh. Mereka menganggap bahwa berhala-berhala dari batu dapat memberikan gangguan. Manusia sendiri rnampu menentang para tiran dan melumpuhkan keyakinan mereka, serta berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. Bahkan ia siap menentang mereka dan menghadapi segala bentuk, makar mereka. Ia pun siap berperang dengan mereka dan bertawakal kepada Allah SWT. Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha Benar. Dia-lah yang menguasai setiap makhluk di muka bumi, baik berupa binatang, manusia, maupun makhluk lain. Tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah SWT.
Dengan keimanan kepada Allah SWT dan dengan kepercayaan pada janji-Nya serta merasa tenang dengan pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru orang-orang kaflr dari kaumnya. Nabi Hud melakukan yang demikian itu meskipun ia sendirian dan merasakan kelemahan karena ia mendapatkan keamanan yang hakiki dari Allah SWT. Dalam pembicaraannya, Nabi Hud menjelaskan kepada kaumnya bahwa ia melaksanakan amanat dan menyampaikan agama. Jika mereka mengingkari dakwahnya, niscaya Allah SWT akan mengganti mereka dengan kaum selain mereka. Yang demi­kian ini berarti bahwa mereka sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi Hud menjelaskan kepada mereka, bahwa ia berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. la bertawakal kepada Allah SWT yang menciptakannya.
Ia mengetahui bahwa siksa akan turun di antara para pengikutnya yang menentang. Beginilah hukum kehidupan di mana Allah SWT menyiksa orang-orang kafir meskipun mereka sangat kuat atau sangat kaya. Nabi Hud dan kaumnya menunggu janji Allah SWT. Kemudian terjadilah masa kering di muka bumi di mana langit tidak lagi menurunkan hujan. Matahari menyengat sangat kuat hingga laksana percikan-percikan api yang menimpa kepala manusia.
Kaum Nabi Hud segera menuju kepadanya dan bertanya: "Mengapa terjadi kekeringan ini wahai Hud?" Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya Allah SWT murka kepada kalian. Jika kalian beriman, maka Allah SWT akan rela terhadap kalian dan menurunkan hujan serta menambah kekuatan kalian." Namun kaum Nabi Hud justru mengejeknya dan malah semakin menentangnya., maka masa kekeringan semakin meningkat dan menguningkan pohon-pohon yang hijau dan matilah tanaman-tanaman.
Lalu datanglah suatu hari di mana terdapat awan besar yang menyelimuti langit. Kaum Nabi Hud begitu gembira dan mereka keluar dari rumah mereka sambil berkata: "Hari ini kita akan dituruni hujan." Tiba-tiba udara berubah yang tadinya sangat kering dan panas kini menjadi sangat dingin. Angin mulai bertiup dengan kencang. Semua benda menjadi bergoyang. Angin terus-menerus bertiup malam demi malam, dan hari demi hari. Setiap saat rasa dingin bertambah.
Kaum Nabi Hud mulai berlari. Mereka segera menuju ke tenda dan bersembunyi di dalamnya. Angin semakin bertiup dengan kencang dan menghancurkan tenda. Angin menghancurkan pakaian dan menghancurkan kulit. Setiap kali angin bertiup, ia menghan­curkan dan membunuh apa saja yang di depannya. Angin bertiup selama tujuh malam dan delapan hari dengan mengancam kehidupan dunia. Kemudian angin berhenti dengan izin Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: 'Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya." (QS. al-Ahqaf: 24-25) "Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus;, maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). " (QS. al-Haqqah: 7)
Tiada yang tersisa dari kaum Nabi Hud kecuali pohon-pohon kurma yang lapuk. Nabi Hud dan orang-orang yang beriman kepadanya selamat sedangkan orang-orang yang menentangnya binasa.
Dari cerita Nabi Hud a.s diatas maka dapat kita ambil beberapa nilai, diantaranya:

Berpegang teguhlah kepada Allah SWT, yakinkan pada diri bahwa hanya Ialah Tuhan Kita. Yakinkan pada hati, diucapkan lisan dan dilakukan dengan perbuatan. Karena, hanya ialah tuhan pencipta semesta alam.

Janganlah bersikap sombong, pembangkang akan apa yang telah Kita dapatkan karena itu hanyalah titipan semata. Dan apabila telah datang kepadamu petunjuk atau hidayah janganlah engkau mengalihkan mata daripadanya karena itulah jalan yang benar.

Kita sebagai umat Allah SWT seharusnya bersyukur akan apa yang telah Kita dapatkan, bukannya semakin menjauh dari Allah.

Kesombongan yang berlebihan hanya akan membawa kita kedalam jurang hitam yang teramat-dalam akan tetapi, dengan kerendahan hati maka kita akan mencapai puncak cahaya yang selama ini diimpikan setiap orang (semakin dekat dengan Allah SWT).